Pengertian Letter
of Credit
Letter of credit
adalah letter of credit yang diterbitkan oleh bank dengan segala macam sifat
dan jenisnya. Dalam transaksi jual beli antara eksportir dan importir, penggunaan
L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir maupun importir, karena
adanya kepastian bahwa pembayaran akandilakukan apabila syarat L/C dipenuhi.
Namun demikian cara pembayaran ini biayanya relatif lebih besar dibanding
dengan cara pembayaran yang lain.
Atas L/C yang
dibuka oleh importir, eksportir atau supplier di luar negeri diberi hak untuk
menarik wesel sebesar nilai harga barang yang dikirimnya atas nama importir.
Wesel ini beserta dokumen-dokumen pengapalan barangnya oleh eksportir disearahkan
kepada bank koresponden yang menjadi penerima L/C untuk dimbilalih.Pembayaran yang dilakukan atas dasar
L/C tersebut berarti bank koresponden membayar lebih dahulu atas nama bank
pembuka L/C sehingga tampaknya ada unsur kredit. Jangka waktu antara pembayaran
yang dilakukan bank penerima L/C dengan pembayaran yang dilakukan oleh bank
pembuka L/C dikenakan sekedar bunga. Karena pembayaran atas dasar L/C ini
dilakukan berdasarkan dokumen pengapalan barang, maka L/C yang dibuka sering
disebut documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan
dokumen.
Kasus L/C Fiktif Bank BNI
Latar Belakang
Kasus
pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir
tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang
diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of
Credit (di ingkat L/C). Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan
keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro.
A. Profil
Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini
mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI
merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA
dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi
: Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi
: Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus
pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer
Budaya
Perusahaan
1. BNI adalah bank umum berstatus
perusahaan publik.
2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan
nasional.
3. BNI secara terus menerus membina
hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
4. BNI mengakui peranan dan menghargai
kepentingan pegawai.
5. BNI mengupayakan terciptanya semangat
kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.
B. Ringkasan
Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI
melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui
bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa besarnya, senilai 52 juta euro.
Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di
Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit
akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi
lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan
mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
·
Waktu
kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
·
Opening
Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp,
dan Middle East Bank Kenya Ltd.
·
Total
Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
·
Beneficiary/Penerima
L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo
Group
·
Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
·
Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
·
Skim : Usance L/C
Kronologi :
1.
Bank
BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank
Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle
East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden
langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator
yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2.
Beneficiary
mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas
L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo
Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3.
Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo,
Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa
mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
4.
Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata
kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5.
Gramarindo
Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun)
merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam
menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor
fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian
(potential losses).
Pertanyaannya
adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ?
Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui
letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus
pembobolan Bank BNI.